Teks Khutbah Jum'at - Istiqamah dalam Ketaatan
Download File Ms. Word : Download or Download
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا
رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ
وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا
قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di
manapun kita berada. Baik ketika kita sedang bersama orang banyak, maupun
ketika sendirian. Dan marilah kita senantiasa takut akan terkena azab-Nya,
kapan dan di mana pun kita berada. Karena, kewajiban menjalankan
perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya bukan hanya pada waktu
dan saat-saat tertentu saja. Bahkan, beribadah kepada-Nya adalah kewajiban yang
harus dilakukan hingga ajal mendatangi kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan beribadahlah kepada Rabb-mu sampai kematian mendatangimu.” (Al-Hijr:
99)
Hadirin rahimakumullah,
Belum lama berlalu, kaum muslimin berada di bulan yang penuh barakah. Bulan
yang kaum muslimin berpuasa di siang harinya dan shalat tarawih di malam
harinya. Bulan yang kaum muslimin mengisinya dengan berbagai amal ketaatan.
Kini, bulan itu telah berlalu. Dan akan menjadi saksi di hadapan Allah
Subhanahu wa Ta’ala atas segala perbuatan yang dilakukan oleh setiap orang di
bulan tersebut. Baik yang berupa amalan ketaatan, maupun perbuatan maksiat.
Maka, sekarang tidak ada lagi yang tersisa dari bulan tersebut, kecuali apa
yang telah disimpan pada catatan amalan yang akan diperlihatkan pada hari akhir
nanti. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَّا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ
مُّحْضَرًا وَمَاعَمِلَتْ مِن سُوءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ
أَمَدًا بَعِيدًا وَيُحَذِّرُكُمُ اللهُ نَفْسَهُ وَاللهُ رَءُوفُُ بِالْعِبَادِ
“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati (pada catatan amalan) segala
kebajikan dihadapkan (di mukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah
dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang
jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. Dan Allah sangat
Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” (Ali ‘Imran: 30)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Ibarat seorang pedagang yang baru selesai dari perniagaannya, tentu dia
akan menghitung berapa keuntungan atau kerugiannya. Begitu pula yang semestinya
dilakukan oleh orang yang beriman dengan hari akhir ketika keluar dari bulan
Ramadhan. Bulan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berjanji akan mengampuni
dosa-dosa yang telah lalu bagi orang yang berpuasa dan shalat tarawih karena
iman dan mengharapkan balasan dari-Nya. Dan pada bulan tersebut, Allah
Subhanahu wa Ta’ala bebaskan orang-orang yang berhak mendapatkan siksa neraka,
sehingga benar-benar bebas darinya. Yaitu bagi mereka yang memanfaatkan bulan
tersebut untuk bertobat kepada-Nya dengan tobat yang sebenar-benarnya.
Saudara-saudaraku seiman yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah
Subhanahu wa Ta’ala,
Oleh karena itu, orang yang mau berpikir tentu akan melihat pada dirinya.
Apa yang telah dilakukan selama bulan Ramadhan? Sudahkah dia memanfaatkannya
untuk bertobat dengan sebenar-benarnya? Ataukah kemaksiatan yang dilakukan
sebelum Ramadhan masih berlanjut meskipun bertemu dengan bulan yang penuh
ampunan tersebut? Jika demikian halnya, dia terancam dengan sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ
انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
“Dan rugilah orang yang bertemu dengan bulan Ramadhan, namun belum
mendapatkan ampunan ketika berpisah dengannya.” (H.R. Ahmad dan At-Tirmidzi,
beliau mengatakan hadits hasan gharib)
Namun demikian, bukan berarti sudah tidak ada lagi kesempatan bagi dirinya
untuk memperbaiki diri. Karena kesempatan bertobat tidaklah hanya di bulan
Ramadhan. Bahkan selama ajal belum sampai ke tenggorokan, kesempatan masih
terbuka lebar. Meskipun, bukan berarti pula seseorang boleh menunda-nundanya.
Bahkan, semestinya dia segera melakukannya. Karena, kematian bisa datang dengan
tiba-tiba dalam waktu yang tidak disangka-sangka. Dan seandainya seseorang
mengetahui kapan datangnya kematian, maka harus dipahami pula bahwa tobat
adalah pertolongan dan taufiq dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga, tidak
bisa seseorang memastikan bahwa dirinya pasti akan bertobat sebelum ajal
mendatanginya. Bahkan Abu Thalib, paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sendiri, pada akhir hayatnya tidak bisa bertobat kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Padahal, yang mengingatkannya adalah orang terbaik dari kalangan
manusia, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, ketika Allah
Subhanahu wa Ta’ala tidak memberikan taufiq dan pertolongan-Nya, maka tidak
akan ada seorang pun yang mampu memberikannya. Oleh karena itu, sudah
seharusnya setiap orang segera bertobat dari seluruh dosanya. Sehingga dia akan
mendapat ampunan dan menjadi orang yang tidak lagi memiliki dosa. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ
السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُوْلاَئِكَ يَتُوبُ اللهُ
عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللهُ عَلِيمًا حَكِيمًا {17} وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ
لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ
قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْئَانَ وَلاَالَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ
أُوْلاَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا {18}
“Sesungguhnya Allah hanyalah akan menerima tobat bagi orang-orang yang
mengerjakan kejahatan, karena ketidakhati-hatiannya dan kemudian mereka bertobat
dengan segera, maka mereka itulah yang Allah terima tobatnya; dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari
orang-orang yang mengerjakan kejahatan, sehingga apabila datang ajal kepada
seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, ‘Sesungguhnya saya
bertobat sekarang.’ Dan tidak (pula diterima tobat) orang-orang yang mati
sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi mereka itu telah Kami siapkan siksa yang
pedih.” (An-Nisa`: 17-18)
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,
Adapun orang yang telah memanfaatkan pertemuannya dengan Ramadhan untuk
bertobat dan mengisinya dengan berbagai amal shalih, maka seharusnya dia
bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memohon agar amalannya diterima
serta memohon agar bisa istiqamah di atas amalan tersebut. Dan janganlah
dirinya tertipu dengan banyaknya amalannya. Sehingga, dia menyangka bahwa
dirinya termasuk orang-orang yang paling baik dan paling hebat. Bahkan, dia
harus senantiasa memohon ampun dan beristigfar kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Karena seseorang tidak bisa memastikan apakah amalan yang sudah dia
lakukan diterima atau tidak. Seandainya diterima pun, sesungguhnya belum bisa
untuk membalas nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah ia terima. Karena,
amalan yang dia lakukan benar-benar tidak bisa lepas dari pertolongan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Maka, sudah sepantasnya bagi dirinya untuk senantiasa
tawadhu’ dan tidak merasa paling baik. Bahkan, semestinya dia memperbanyak
menutup amalannya dengan beristigfar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena,
begitulah sifat-sifat orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang sudah beramal
dengan sebaik-baiknya, namun masih merasa takut kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala akan kekurangan dirinya dalam beramal. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآءَاتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ
أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati
yang takut (tidak akan diterima). (Mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan
kembali kepada Rabb mereka.” (Al-Mu`minun: 60)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Ketahuilah, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang kita ibadahi di bulan
Ramadhan adalah yang kita ibadahi pula di luar bulan tersebut. Begitu pula
rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah terputus dan berhenti dengan
berlalunya bulan Ramadhan. Maka, doa yang senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah
Subhanahu wa Ta’ala di bulan tersebut janganlah kemudian kita tinggalkan di
bulan berikutnya. Begitu pula membaca Alquran yang senantiasa kita lakukan di
bulan Ramadhan, janganlah kita tinggalkan setelah berlalunya bulan tersebut.
Bahkan, ibadah puasa pun semestinya tetap kita lakukan meskipun di luar bulan
tersebut. Karena, masih sangat banyak puasa-puasa sunnah yang memiliki
keutamaan yang besar bagi orang-orang yang menjalankannya. Begitu pula shalat
malam, adalah amalan ibadah yang semestinya tidak berhenti dengan berlalunya
bulan Ramadhan, meskipun dilakukan hanya dengan beberapa rakaat saja. Karena,
menjaganya adalah salah satu sifat wali-wali Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ
رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya (untuk mengerjakan shalat malam)
dan mereka selalu berdoa kepada Rabb-nya dengan penuh rasa takut dan harap,
serta mereka menginfakkan dari sebagian rezeki yang Kami berikan kepada
mereka.” (As-Sajdah: 16)
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,
Di antara tanda yang menunjukkan diterimanya amalan kita adalah
berlanjutnya amalan tersebut pada waktu berikutnya. Karena, amalan yang baik
akan menarik amalan baik berikutnya. Maka, marilah kita senantiasa menjaga
amalan-amalan kita dan janganlah kita kembali kepada perbuatan maksiat setelah
kita bertobat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ingatlah wahai
saudara-saudaraku, bahwa di depan kita ada timbangan amalan yang akan menimbang
amalan-amalan kita yang baik dan amalan kita yang jelek. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
فَمَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ {102} وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَئِكَ الَّذِينَ
خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ
“Barang siapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah
orang-orang yang mendapat keberuntungan. Dan barang siapa yang ringan
timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri,
mereka kekal di dalam neraka Jahannam.” (Al-Mu`minun: 102-103)
Hadirin rahimakumullah,
Orang yang mengetahui betapa besarnya rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
betapa butuhnya dia terhadap rahmat tersebut tentu akan terus berusaha untuk
beramal shalih sampai ajal mendatanginya, sekecil apapun bentuknya. Selama
dirinya mampu untuk melakukannya, maka dia tidak akan meremehkannya.
Sebagaimana perbuatan maksiat, maka diapun akan meninggalkannya dan tidak
menyepelekannya, sekecil apapun bentuknya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ
بِأَفْوَاهِكُم مَّالَيْسَ لَكُم بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ
عِندَ اللهِ عَظِيمٌ
“Dan kalian ucapkan dengan mulut-mulut kalian apa yang kalian tidak berilmu
tentangnya dan kalian menganggapnya sebagai suatu yang sepele saja. Padahal,
hal itu di sisi Allah adalah sesuatu yang besar.” (An-Nur: 15)
Akhirnya, kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima
amalan-amalan kita dan memberikan kekuatan kepada kita agar senantiasa mampu
untuk menjalankannya. Dan mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni
seluruh kesalahan kita.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ
الرَّحِيْمُ. تَقَبَّلَ اللهُ عَمَلَنَا وَعَمَلَكُمْ وَجَعَلَهَا فِي مِيْزَانِ
حَسَنَاتِنَا، إِنَّهُ وَلِيُّ ذَلِكَ وَالْقَادِرُ عَلَيْهِ
KHUTBAH JUMAT KEDUA
الحَمْدُ لِلهِ مُقَدِّرِ الْمَقْدُوْرِ وَمُصَرِّفِ
الْأَيَّامِ وَالشُّهُوْرِ، وَأَحْمَدُهُ عَلَى جَزِيْلِ نِعَمِهِ وَهُوَ
الْغَفُوْرُ الشَّكُوْرُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيْرٍ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْبَشِيْرُ
النَّذِيْرُ وَالسِّرَاجُ الْمُنِيْرُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا إِلَى الْبَعْثِ وَالنُّشُوْرِ،
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa menjaga ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Dan marilah kita senantiasa memikirkan betapa cepatnya berlalunya malam
dan siang. Karena, hal ini akan mengingatkan kita akan semakin dekatnya waktu
perpindahan kita dari tempat beramal di alam dunia ini menuju saat pembalasan
di akhirat nanti. Sehingga, akan mendorong kita untuk segera memanfaatkan
kesempatan yang ada untuk beramal shalih. Karena, kesempatan hidup di dunia
kalau tidak digunakan untuk ketaatan, maka kesempatan itu akan pergi dengan
segera dan akan berakhir dengan penyesalan, serta kerugian pada hari kiamat.
Adapun apabila digunakan kesempatan hidup kita di dunia dengan ketaatan,
niscaya akan kita rasakan hasilnya. Karena, amal shalihlah sesungguhnya
kekayaan yang akan kita bawa untuk hari akhir nanti. Adapun kekayaan yang
berupa harta benda di dunia tidaklah bermanfaat, kecuali kalau digunakan untuk beramal
di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, apalah artinya kekayaan di dunia ini
kalau akhirnya berujung dengan tidak memiliki apa-apa, bahkan mendapat siksa di
akhirat nanti. Sementara kalau kita gunakan kesempatan ini untuk beramal
shalih, maka kita akan mendapatkan kebahagiaan yang tidak akan pernah berakhir.
Bahkan, berlanjut dari mulai di dunia ataupun setelah kita berpindah ke alam
kubur sampai ketika saat hari kebangkitan dan berikutnya akan mendapatkan
kenikmatan yang selamanya di surga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ
مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan dia beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang sangat membahagiakan dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.” (An-Nahl: 97)
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,
Waktu yang telah berlalu tidak akan kembali lagi. Namun, akan datang
waktu-waktu berikutnya yang akan menjadi saksi atas perbuatan-perbuatan kita.
Maka, bagi seorang muslim, waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Bahkan,
lebih berharga dari harta yang dimilikinya. Karena, harta apabila hilang dari
dirinya, maka masih ada kesempatan untuk dicari. Adapun waktu apabila telah
berlalu, maka tidak akan bisa untuk didapatkan lagi. Oleh karena itu, marilah kita
manfaatkan kesempatan hidup yang sangat sebentar ini dengan sebaik-baiknya.
Janganlah amalan yang telah kita bangun pada bulan-bulan yang lalu, kemudian
kita robohkan lagi pada bulan berikutnya. Bahkan, semestinya kita kokohkan
dengan melanjutkan amalan tersebut pada bulan-bulan berikutnya. Dan janganlah
kita mendekati setan setelah kita menjauhinya pada bulan Ramadhan yang lalu.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Di antara amal shalih yang sangat besar keutamaannya untuk dilakukan
setelah bulan Ramadhan, yaitu pada bulan Syawwal, adalah puasa sunnah selama
enam hari pada bulan tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ
شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barang siapa yang telah berpuasa Ramadhan dan kemudian dia mengikutkannya
dengan puasa enam hari dari bulan Syawwal, maka dia seperti orang yang berpuasa
selama satu tahun.” (H.R. Muslim)
Hadits ini menunjukkan betapa besarnya rahmat dan kebaikan Allah Subhanahu
wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. Yaitu barang siapa yang puasa selama enam
hari baik secara berurutan ataupun berselang-seling, mulai hari kedua di bulan
Syawwal, maka dia akan mendapat pahala orang yang puasa selama satu tahun.
Tentu saja, ini adalah keutamaan yang tidak akan dilewatkan begitu saja oleh
setiap muslim. Maka, dia akan segera menunaikannya. Karena semakin cepat
dilakukan, maka akan semakin baik. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala,
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Maka, berlomba-lombalah kalian (dalam berbuat) kebaikan.” (Al-Baqarah:
148)
Namun, keutamaan ini didapat bagi orang yang melakukannya setelah dia
selesai menjalankan puasa Ramadhan baik dilakukan pada waktunya, maupun di luar
waktunya bagi yang memiliki utang puasa. Untuk itu, semestinya orang yang
memiliki utang puasa segera membayarnya setelah hari raya Idul Fithri.
Kemudian, segera mengikutinya dengan puasa selama enam hari pada bulan
tersebut.
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan taufik-Nya
kepada kita untuk selalu mendapatkan curahan rahmat-Nya.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ
الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ
جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ
الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ
المُوَحِّدِينَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِينَ في كُلِّ مَكَانٍ.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْلَنَا مِنْ
لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ … اذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ
يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ
Sumber : www.KhotbahJumat.com
Post a Comment for "Teks Khutbah Jum'at - Istiqamah dalam Ketaatan"