MAKALAH : Tentang Jinayah Imarah dan Hudud
Pada kesempatan kali ini saya ingin memberikan contoh kepada kalian semua para pelajar mengnai Makalah Agama tentang Jinayah, Imarah, dan Hudud. Berikut saya biatkan Makalah buatan saya sendiri. bisa di jadikan referensi untuk pembuatan makalah kalian semua para pelajar. Kami juga menyertakan Makalah ini dapam bentuk File (SoftCopy) sebagai berikut : Makalah Jinayah, Imarah, Hudu
MAKALAH
JINAYAH, IMARAH, HUDUD
DISUSUN OLEH :
MATERI TUGAS TUGAS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam hukum Islam ada yang dikenal dengan istilah jinayat (jinayah) merupakan salah satu dari bagian syari’at Islam, jinayah ini bermacam-macam jenis dan sebabnya. Dalam makalah ini kami mencoba untuk membahasnya sesuai dengan batas kemampuan yang kami miliki.
Dalam hukum Islam ada yang dikenal dengan istilah jinayat (jinayah) merupakan salah satu dari bagian syari’at Islam, jinayah ini bermacam-macam jenis dan sebabnya. Dalam makalah ini kami mencoba untuk membahasnya sesuPemberian hukum dalam rangka hak Allah swt, ditetapkan demi kemaslahatan masyarakat dan terpeliharanya ketenteraman atau ketertiban umum.Oleh karena itu hukuman itu didasarkan atas hak Allah SWT, maka tidak dapat digugurkan, baik oleh individu maupun oleh masyarakat.
Hadirnya Islam di tengah-tengah kehidupan manusia merupakan rahmat.Rahmat berarti anugrah karunia atau pemberian Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Manusia diharapkan mampu mengambil manfaat secara maksimal dengan kesadaran akan dirinya sendiri. Semua aturan yang ada dalam Islam, baik yang berupa perintah, larangan, maupun anjuran adalah untuk manusia itu sendri. Manusia hendaknya menerima ketentuan-ketentuan hukum islam dengan hati yang lapang kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.Dalam hal ini di antara aturan Islam yang hendak di bahas meliputi zina, qazf, minuman keras, dan lain sebagainya. Kata hudud adalah bentuk jamak dari kata had. Pada dasarnya had berarti pemisah antara dua hal atau yang membedakan antara sesuatu dengan yang lain.
Untuk lebih meningkatkan wawasan mahasiswa dan pendalaman terhadap ilmu agama yang lebih luas lagi timbul rasa kecintaan terhadap ilmu agama, maka kami menganggap perlu untuk bisa lebih jauh mengenalinya termasuk materi yang akan dibahas ini yaitu Hukum Hudud.
Untuk lebih meningkatkan wawasan mahasiswa dan pendalaman terhadap ilmu agama yang lebih luas lagi timbul rasa kecintaan terhadap ilmu agama, maka kami menganggap perlu untuk bisa lebih jauh mengenalinya termasuk materi yang akan dibahas ini yaitu Hukum Hudud.
Penyusunan makalah ini bertujuan supaya mengenali lebih jauh tentang ilmu agama khususnya hukum hudud, tetapi tidak hanya sekedar mengenali dan diharapkan agar memahami serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.ai dengan batas kemampuan yang kami miliki.
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu Jinayah
2. Mengetahui apa itu Imarah
3. Mengetahui apa itu Hudud
BAB II
PEMBAHASAN
A. JINAYAH
1. Pengertian Jinayah
Jinayah adalah tindakan kriminal atau tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan perundang-undangan. Secara bahasa kata jinaayaat adalah bentuk jama’ dari kata jinaayah yang berasal dari janaa dzanba yajniihi jinaayatan yang berarti melakukan dosa. Sekalipun isim mashdar (kata dasar), kata jinaayah dijama’kan karena ia mencakup banyak jenis perbuatan dosa. Kadang-kadang ia mengenai jiwa dan anggota badan, baik disengaja ataupun tidak. Menurut istilah syar’i, kata jinaayah berarti menganiaya badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash atau membayar. Fiqih Jinayah adalah mengetahui berbagai ketentuan hukum tentang perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang mukallaf sebagai hasil pemahaman atas dalil yang terperinci.
Tujuan disyari’atkannya adalah dalam rangka untuk memelihara akal, jiwa, harta dan keturunan. Ruang lingkupnya meliputi berbagai tindak kejahatan kriminal, seperti : Pencurian, perzinahan, homoseksual, menuduh seseorang berbuat zina, minum khamar, membunuh atau melukai orang lain, merusak harta orang dan melakukan gerakan kekacauan dan lain sebagainya. Di kalangan fuqaha’, perkataan jinayah berarti perbuatan – perbuatan yang terlarang menurut syara’. Selain itu, terdapat fuqaha' yang membatasi istilah jinayah kepada perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan qishash –tidak termasuk perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman ta’zir. Istilah lain yang sepadan dengan istilah jinayah adalah jarimah, yaitu larangan – larangan syara’ yang diancam Allah dengan hukuman had atau ta’zir.
Dari berbagai pengertian di atas, konsep jinayah berkaitan erat dengan masalah ”larangan” karena setiap perbuatan yang terangkum dalam konsep jinayah merupakan perbutan yang dilarang syara’. Larangan ini timbul karena perbuatan-perbuatan itu mengancam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, dengan adanya larangan, maka keberadaan dan kelangsungan hidup bermasyarakat dapat dipertahankan dan dipelihara. Memang ada manusia yang tidak mau melakukan larangan dan tidak mau meninggalkan kewajiban bukan karena adanya sanksi , tetapi semta-mata karena ketinggian moralnya –mereka orang yang akhlaknya mulia. Akan tetapi, kenyataan empirik menunjukan dimana pun di dunia ini selalu ada orng-orang yang taat karena adanya sanksi, oleh karena itu jinayah tanpa sanksi tidaklah realistik.
2. Dasar Hukum Jinayah dalam Islam
Dalam islam dijelaskan berbagai norma/atura/rambu-rambu yang mesti ditaati oleh setiap mukalaf, hal itu telah termaktup dalam sumber fundamental Islam, termasuk juga mengenai perkara jarimah atau tindak pidana dalam Islam, berikut kami akan memaparkan beberapa dalil tentang HPI dan kewajiban menaati hukum Allah SWT.
Artinya : “Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Al-Baqarah 179)
Artinya : “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Al-Maidah 49)
Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS. An-Nisa’ 65).
3. Macam-macam Jinayah
Para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-quran dal al-hadits, atas dasar ini mereka membagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Jarimah hudud, yang meliputi:
Hudud, jamaknya “had”. Arti menurut bahasa ialah : menahan (menghukum). Menurut istilah hudud berarti: sanksi bagi orang yang melanggar hukum syara’ dengan cara didera/ dipukul (dijilid) atau dilempari dengan batu hingga mati (rajam). Sanksi tersebut dapat pula berupa dipotong tangan lalu sebelah atau kedua-duanya atau kaki dan tangan keduanya, tergantung kepada kesalahan yang dilakukan. Hukum had ini merupakan hukuman yang maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu bagi setiap hukum.
Jarimah hudud ini dalam beberapa kasus di jelaskan dalam al-Qur’an surah An-Nur ayat 2, surah an-Nur: 4, surah al-Maidah ayat 33, surat al-Maidah ayat 38.
• Perzinaan
• Qadzaf (menuduh berbuat zina)
• Meminum minuman keras
• Pencurian
• Perampokan
• Pemberontakan
• Murtad
b. Jarimah qishas/diyat, yang meliputi :
Hukum qisos adalah pembalasan yang setimpal (sama) atas pelanggaran yang bersifat pengerusakan badan. Atau menghilangkan jiwa, seperti dalam firman Allah SWT.
Surah al-Maidah : 45, surah al-Baqarah : 178 Diat adalah denda yang wajib harus dikeluarkan baik berupa barang maupun uang oleh seseorang yang terkena hukum diad sebab membunuh atau melukai seseorang karena ada pengampunan, keringanan hukuman, dan hal lain. Pembunuhan yang terjadi bisa dikarenakan pembunuhan dengan tidak disengaja atau pembunuhan karena kesalahan (khoto’). Hal ini dijelaskan dalam al-Quraan surah an-Nisa’ : 92.
• Pembunuhan sengaja.
• Pembunuhan semi sengaja.
• Pembunuhan tersalah.
• Pelukan sengaja.
• Pelukan semi sengaja.
c. Jarimah Jarimah ta’zir
Hukum ta’zir adalah hukuman atas pelanggaran yang tidak di tetapkan hukumannya dalam al-Quran dan Hadist yang bentuknya sebagai hukuman ringan.menurut hukum islam, pelaksanaan hukum ta’zir diserahkan sepenuhnya kepada hakim islam hukum ta’zir diperuntukkan bagi seseorang yang melakukan jinayah/ kejahatan yang tidak atau belum memenuhi syarat untuk dihukum had atau tidak memenuhi syarat membayar diyat sebagai hukum ringan untuk menebus dosanya akibat dari perbuatannya. ta’zir ini dibagi menjadi tiga bagian :
Jarimah hudud atau qishah/diyat yang syubhat atau tidak memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat, misalnya percobaan pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan pencurian aliran listrik.
Jarimah-jarimah yang ditentukan al-quran dan al-hadits, namun tidak ditentukan sanksinya, misalnya penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanat dan menghina agama.
Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh ulul amri untuk kemashlahatan umum. Dalam hal ini, nilai ajaran islam di jadikan pertimbangan penentuan kemashlahatan umum. persyartan kemaslahatan ini secara terinci diuraikan dalm bidang studi Ushul Fiqh, misalnya, pelanggaran atas peraturan lalu-lintas. Sedangkan jarimah berdasarkan niat pelakunya dibagi menjadi menjadi dua, yaitu:
• Jarimah yang disengaja (al-jarimah al-maqsudah).
• Jarimah karena kesalahan (al-jarimah ghayr al-maqsudah/jarimah al-khatha’).
B. IMARAH
1. Pengertian Imarah dan Penggunaanya
Imarah yang berarti keamiran yaitu pemerintahan, pengertian ini tidak jauh berbeda dengan imamah, hanya saja perbedaannya ditinjau dari segi penggunaannya. Imarah merupakan sebutan untuk jabatan amir dalam suatu Negara kecil yang berdaulat untuk melaksanakan pemerintahannya oleh seorang amir.
Penggunaan kata imarah ini pertama kalinya diberikan kepada khalifah ke-2 yaitu Umar bin Khattab yang bergelar amirul mukminin. Umar tidak mau menyebut dirinya sebagai khalifah dikarenakan khawatir terjadi pengulangan kata khalifah. bila gelar khalifah tetap dipertahankan, ia khawatir pada khalifah-khalifah muncul belakangan akan terjadi pengulangan kata khalifah yang begitu panjang.
Imarah yang berarti keimaman, kepemimpinan, pemerintahan. Imarat sebutan untuk jabatan amir dalam suatu Negara kecil yang berdaulat untuk melaksanakan pemerintahannya oleh seorang amir. Gelar amir pertama kalinya digunakan oleh khalifah kedua yaitu Umar bin Khattab, Umar tidak mau menyebut dirinuya sebagai khalifah. Umar mnyuruh agar mneyapa dia dengan sebutan ami al mu’minin yang kemudian menjadi gelar standard an umum digunakan untuk menyebut khalifah-khalifah sesudahnya.
Gelar Amir yang tanpa embel-embel, berasal dari kata amara yang berarti memerintah. Dalam bahasa Arab amir berarti seseorang yang memerintah, seorang komandan militer, seorang gubernur provinsi, atau putra mahkota.
Pada awal pemerintahan Islam, masa Rasul, al Khulafur Rasyidin, pengusa daerah disebut amir (pekerja, pemerintah, gubernur). selama pemerintahan Islam di Madinah, para komandan militer, komandan divisi militer disebut amir, yaitu amir al jaisy atau amir al jund.
Pada masa Dinasti Umayah gelar amir hanya digunakan untuk penguasa daerah propinsi yang juga disebut wali (hakim, penguasa, pemerintah). Tugasnya pun mulai dibedakan dan didampingi oleh pejabat yang diangkat. Pada masa Dinasti Abbasiyah, penguasa daerah atau gubernur juga disebut amir. Umumnya tugas amir pada periode ini mengelola pajak, mengelola administrasi urusan sipil, dan keuangan.
Pergantian kekuasaan dari Bani Umayyah ke tangan dinasti Abbasiyah memunculkan satu fenomena baru yang belum pernah dikenal dalam tradisi Islam sebelumnya. Fenomena tersebut terkait pergeseran konsepsi mengenai makna Khalifah. Pada masa Umayyah para penguasa hanya menganggap jabatan khalifah adalah jabatan politis semata, tanpa pretensi bahwa mereka memiliki otoritas keagamaan sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Hal ini dinyatakan dengan pemberian gelar kepada penguasa sebagai Khalifah Rasulullah atau Amirul Mukminin. Ketika kekuasaan ada pada tangan Bani Abbasiyah konsepsi seputar khalifah bergeser menjadi wakil Tuhan di muka bumi yang mengurusi masalah-masalah umat Islam secara keseluruhan. Kekuasaan Khalifah dengan konsepsi yang baru ini menjadi tak terbatas, karena mereka merasa mendapatkan mandat dari Tuhan untuk berkuasa penuh atas kaum Muslim.
Tumbangnya dinasti Umayyah ke tangan anak cucu Abbas karena mendapatkan uluran tangan dari orang-orang Persia. Para mawali yang selama ini merasa dipinggirkan penguasa Bani Umayyah dengan kebijakan arabismenya merasa tidak puas dan kemudian berkolaborasi dengan Abdullah Al-Saffah, pendiri dinasti Abbasiyah. Karena kedekatannya dengan orang-orang Persia tersebut, sehingga tanpa disadari alam pikiran Persia pra-Islam banyak terserap dalam konsep berpikir penguasa. Besar kemungkinan pergeseran konsep khalifah ini kental dipengaruhi alam pikiran Persia pra-Islam yang menganggap raja atau pemimpin mereka sebagai titisan Tuhan. Klaim sebagai mandataris Tuhan di muka bumi ini dapat kita lihat dengan gelar yang dipakai para penguasa Abbasiyah, yaitu Khalifatullah. Kekuasaan Khalifah yang muqaddas ini seperti yang dikatakan Khalifah Abu Ja’far Mansur, “Sesungguhnya aku adalah kuasa Tuhan di Bumi”. Selain itu ia juga menggambarkan dirinya dalam mata uang kerajaan yang melambangkan supremasi kedudukannya sebagai khalifatullah.
Dinasti Abbasiyah memerintah selama kurun waktu 4 abad, sampai Baghda, ibukota kekhalifahan diluluhlantakkan Mongol tahun 1258. Namun demikian, pemerintahan efektif dinasti Abbasiyah hanya berlangsung sekitar 2 abad saja. Abad ke sembilan dan sepuluh menjadi saksi kemunduran perlahan dinasti Abbasiah. Secara de facto, khalifah Bani Abbasiyah pada masa itu sudah tidak memiliki pengaruh cukup kuat untuk mengontrol wilayah kekuasaan yang jauh dari pusat. Kekuatan Khalifah yang lemah di pusat pemerintahan dimanfaatkan gubernur-gubernur daerah untuk memberontak, melepaskan diri dari Khalifah. Pada periode ini muncul banyak gerakan anti Khalifah Abbasiyah, seperti gerakan Sunni Umayyah di semenanjung Iberia (756-1031) atau gerakan Shiah yang dipelopori dinasti Fathimiyah di Kairo. Kedua gerakan tersebut mempunyai arti penting dalam proses perubahan tatanan politik dalam tradisi Islam.
Sejak itu muncullah pemimpin-pemimpin di daerah sebagai tandingan Khalifah di Baghdad. Penguasa-penguasa baru ini menjadikan kekuasaan Khalifah di daerah mereka menjadi tidak berlaku lagi. Khalifah dianggap sebagai hal kecil yang tidak diperhitungkan lagi eksistensi pemerintahannya. Untuk meneguhkan pemerintahan yang baru di daerah, para penguasa ini menggunakan istilah baru dalam tradisi politik Islam, seperti istilah amir.
Secara linguistik, terma amir ini berasal dari bahasa Semit yang dapat berarti: bicara, perintah. Selain itu amir juga bisa bermakna penguasa, raja atau komandan militer, gubernur provinsi, dimana posisi kekuasaan diperoleh berdasarkan pemaksaan. Kata amir pertama kali digunakan untuk merujuk pada pemimpin yang memiliki kapasites militer yang tangguh, seperti yang ditunjukkan oleh Umar bin Khattab dengan gelarnya yang terkenal, Amirul Mukminin. Pada periode terkemudian, sebutan amir ini kemudian bergeser menjadi gelar bagi pemimpin negara Islam. Gelar ini acap digunakan oleh pemimpin-pemimpin daerah yang berusaha melepaskan diri dari pemerintahan pusat yang tidak efektif, seperti yang dilakukan oleh pemimpin dinasti Aghlabiah dan Tahiriah. Pada masa kekuasaan Bani Buwaihid di Persia penggunaan gelar amir al-umara untuk mengukuhkan kekuasaannya atas amir-amir provinsi yang lain.
Dengan hadirnya perubahan-perubahan ini menyebabkan perubahan penting dalam teori dalam tradisi Islam mengenai aturan kekuasaan. Munculnya penguasa militer yang berpengaruh melebihi Khalifah, membuat para pemikir Muslim berupaya mendamaikan realitas baru yang muncul di hadapan mereka. Mereka kemudian berpikir untuk mendamaikan realitas baru kekuasaan militer dengan teori supremasi mutlak seorang Khalifah. Hal seperti ini dilakukan oleh Perdana Menteri Seljuk, Nizham al-Mulk (1092) bersama dengan pemikir sezamannya yang terkenal, Al-Ghazali (1111).
Teori tersebut dibentuk dengan mengelaborasi perilaku para komandan militer yang tidak mengklaim otoritas keagamaan dengan kedudukan khalifah sebagai otoritas tertinggi keagamaan. Karya-karya Al-Ghazali tentang kekuasaan banyak terinspirasi dengan konsepsi ide Persia Pra-Islam. Menurutnya, kekuasaan merupakan relasi interdependensi antara agama dengan kerajaan, dimana keduanya tidak dapat berdiri sendiri tanpa kehadiran yang lain. Agama menyediakan basis utama dari kerajaan, yaitu kepercayaan terhadap sesuatu yang metafisik. Sedangkan kerajaan sendiri berdiri untuk melindungi eksistensi agama penyokongnya tersebut.
Konsep ini kemudian dikombinasikan dengan gagasan lain yaitu siklus keseimbangan masyarakat. Gagasan ini menekankan pentingnya keseimbangan antara empat unsur pembentuk kerajaan, yaitu; raja, tentara, rakyat, dan keadilan. Menurut teori ini, tidak mungkin ada seorang raja tanpa memiliki tentara, tidak ada tentara tanpa didukung oleh rakyatnya, sementara dukungan rakyat sendiri bisa didapatkan apabila keadilan dapat dijamin keberadaan dan kelangsungannya oleh raja. Fungsi militer yang ada pada diri amir sendiri dapat dengan mudah terintegrasikan dengan gagasan interdependensi dan siklus keseimbangan masyarakat.
Model pemikiran politik seperti ini juga memungkinkan para sarjana dan negarawan berfungsi sebagai penafsir norma-norma Islam. Dengan cara ini urusan politik dan militer diserahkan pada para penguasa sedangkan otoritas keagamaan dipercayakan kepada ulama kerajaan, sedangkan khalifah sendiri, hanya berfungsi sebagai simbol negara yang tidak memiliki peran apapun. Dengan demikian, lama-kelamaan konsep Khalifah sebagai bayang-bayang Tuhan di muka bumi mulai beralih kepada para amir dan sultan, meskipun konsep terakhir datang belakangan, yaitu ketika penguasa Turki Seljuq mulai menancapkan dominasinya atas Khalifah.
C. HUDUD
1. Pengertian Hudud
Hudud adalah bentuk jamak dari kata “Had” yang artinya sesuatu yang membatasi dua benda. Dan pada asalnya perkataan had ialah sesuatu yang memisahkan antara dua perkara dan digunakan atas sesuatu yang membedakan sesuatu yang lain.
Menurut syar’I, hudud adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara untuk mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama. Oleh karena itu tidak termasuk ta’zir kerena ta’zir tidak ada ketentuan hukumnya dan tidak termasuk pula qisas karena qisas adalah hak anak adam. Kesalahan dalam jinayah hudud dianggap sebagai kesalahan terhadap hak Allah, karena perbuatan itu menyentuh kepentingan masyarakat umum yaitu menjelaskan ketenteraman dan keselamatan orang ramai dan hukumannya pula memberi kebaikan kepada mereka.Kesalahan ini tidak boleh diampunkan oleh manusia pada mangsa jinayah itu sendiri, warisnya, ataupun masyarakat umum.
Hukuman hudud wajib dikenakan pada orang yang melanggar larangan-larangan tertentu dalam agama, misalnya zina, menuduh zina, qadzab, dan lain-lain.Mereka yang melanggar ketetapan hukum Allah yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah termasuk dalam golongan orang yang zalim. Firman Allah SWT yang artinya :“Dan siapa yang melanggar aturan-aturan hukum Allah maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.(Q.S.Al-Baqarah (2) : 229).
2. Kedudukan hukum hudud dalam Islam
Islam diturunkan untuk dilaksanakan dalam kehidupan manusia di dunia dan sebagai pedoman hidup yang mutlak bagi umat manusia khususnya bagi orang-orang Islam. Ajaran-ajaran islam itu adalah bersifat universal, rasional, dan fitri serta sesuai untuk sepanjang zaman xemua tempat dan keadaan. Tidak ada hukum Allah dan Rasul-Nya yang sudah lapuk ditelan zaman, bahkan hukum-hukum Allah dan Rasul itulah hukum ultra moden karena ia dicipta oleh Allah Yang Bijaksana dan Mengetahui akan sifat hambnya zahir dan batin. Tiada alternative lain bagi umat Islam selain dari hukum-hukum Allah. Hukum-hukum islam itu telah dijalankan sepenuhnya oleh Rasulullah dan Khulafur-Rasyidin dan Khalifah-khalifah Islam berikutnya sehingga zaman kejatuhan Islam. Tidak ada siapapun yang erhak menukar gantikannya atau memansukhkannya.Hukum-hukum tersebut adalah kekal abadi sampai akhir zaman. Allah telah menurunkan hukum-hukumnya dan kepada kita sebagai hambanya diwajibkan melaksanakan hukum-hukum itu dengan penuh ketaatan “kami dengar dan kami taat”, bukannya dengan dolak-dalik dan helah seperti kaum Yahudi dan orang-orang munafiq.
Pelaksanaan hukum hudud dan lain-lain syariat islam dapat menyelesaikan masalah kerusakan moral dan sahsiah yang sedang mengancam masyarakat menusia dan pasti akan wujud masyarakat yang aman damai dan makmur dalam keridhaan Allah. Demikian jaminan Allah dan Allah tidak akan memungkiri janji-janji-Nya.
3. Macam-macam tindakan yang golongan hudud
Ada berbagai tindakan yang termasuk golongan hudud, antara lain :
a. Zina
Zina secara harfiyah artinya fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin diantara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang satu sama lain tidak terkait hubungan perkawinan. (Abdurrahman Doi, 1991 : 31).
Para fuqaha mengartikan bahwa zina yaitu melakukan hubungan seksual dalam arti memasukkan zakar (kelamin pria) kedalam kelamin vagina (kelamin wanita) yang dinyatkan haram, bukan karena syubhat, dan atas dasar syahwat.Jadi perbuatan zina itu adalah haram hukumnya dan termasuk salah satu dosa besar, karena perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang sangat keji, pergaulan seperti binatang. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Isra (17) : 32.
Artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina, sungguh zina itu perbuatan yang keji, dan jalan suatu yang buruk”.
b. Menuduh zina (Qazf)
Menuduh sama juga dengan fitnah yang merupakan suatu pelanggaran yang terjadi bila seorang dengan bohong menuduh seorang muslim berzina atau meragukan silsilahnya. Ia merupakan kejahatn yang besar dalam islam dan yang melakukannya disebut pelanggaran yang berdosa. Hukum bagi orang yang menuduh zina dan tidak terbukti berdasarkan firman Allah dalam Q.S. An-Nur (24) : 4 “dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik berzina , dan mereka tidak dapat mendatangkan empot orang saksi, maka mereka didera delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik”.
c. Minuman yang memabukkan (Khamar)
Larangan meminum minuman yang memabukkan didasarkan pada Q.S.Al-Ma’idah (5) : 90 Artinya “wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi(berkurban untuk) berhala, dan mengundil nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dantermasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”.
Firman Allah SWT di atas tidak menegaskan hukuman apa bagi peminuman keras (khamar). Sanksi terhadap delik ini disandarkan pada hadist Nabi SAW, yakni melalui sunnah fi’liyahnya bahwa hukuman terhadap jarimah ini adalah empat puluh kali dera.
d. Mencuri
Mencuri adalah perbuatan mengambil harta orang lain tanpa seizin pemilik ya (secara diam-diam), dengan maksud untuk memiliki. Menurut fuqaha yang disebut mencuri adalah mengambil barang secara sembunyi-sembunyi ditempat penyimpanan dengan maksud untuk memiliki, dilakukan dengan sadar atau adanya pilihan serta memenuhi syarat-syarat tertentu.Salim Al-Uwa mengartikan mencuri sebagai mengambil barang secara sembunyi dengan niat ingin memiliki barang tersebut.
Mencuri merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman potong tangan sebagaimana disebutkan dalam Q.S Al-maidah (5) : 38, artinya “adapun laki-laki maupun perempuan yang mencuri potonglah tangan kaduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah dan Allah maha perkasa maha bijaksana”.
Berdasarkan firman Allah swt diatas, orang yang mencuri dikenakan hukuman potong tangan.Hukum potong tangan sebagai sanksi kejahatan pencurian.Tindak pencurian dikenai sanksi potong tangan jika telah memenuhi syarat-syarat pencurian yang wajib dikenai potong tangan.Adapun jika pencurin itu belum memenuhi syarat pencuri tidak boleh dikenai sanksi potong tangan. Misalnya orang yang mencuri karena kelaparan, mencuri barang-barang milik umum, belum sampai nisab (1/4 dinar), dan lain sebagainya tidak boleh dikenai had potong tangan.
e. Murtad
Murtad berarti menolak agama islam dan memeluk agama lain baik melalui perbuatan maupun lisan. Dengan demikian perbuatan murtad mengeluarkan seseorang dari lingkungan islam. Bila seseorang menolak prinsip-prinsip dasar kepercayaan (iman) seperti keyakinan akan adanya Allah serta Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya sebagaimana yang terdapat dalam “kalimah al-shahadah”. Begitu juga menolak mempercayai al-quran sebagai kitabullah atau menolak ajaran yang dikandungnya tau mengingkari hari kebangkitan, ganjran, atau hukuman dari Allah termasuk perbuatan murtad.Menolak ibadah-ibadah khusus seperti shalat, zakat, puasa, dan haji juga termasuk tindakan murtad.Pelaku murtad dikenai hukuman mati, jika tidak mau bertobat dan kembali ke pangkuan islam dalam tenggang waktu tertentu. Hanya saja, syariah tidak membatasi tenggang waktu yang diberikan kepada si pelaku murtad untuk kembali ke islam.
f. Bughah (memberontak)
Pemberontakan sering diartikan keluarnya seseorang dari ketaatan kepada iman yang sah tanpa alasan. Ulama syafi’iyah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan pemberontakan adalah orang-orang muslim yang menyalahi iman dengan cara tidak menaatinya dan melepaskan dari dirinya (menolak kewajiban dengan kekuatan, argumentasi, dan memiliki pemimpin).
Pelaku bughah (memberontak) diperangi sampai mereka kembali ke pangkuan islam atau ke pangkuan khilafah yang sah. Hanya saja perang melawan pelaku bughat berbeda dengan perang melawan orang kafir.Perang melawan pelaku bughat hanyalah perang yang bersifat edukatif, bukan jihad fi sabilillah.Oleh karena itu, pelaku bughat tidak boleh diserang dengan senjata pemusnah massal atau serbuan, nuklir, dan roket, terkecuali merek menggunakan arsenal seperti ini.Jika mereka melarikan diri perang mereka tidak boleh dikejar dan ditumpas sampai habis.Harta mereka tidak boleh dijadikan sebagai gharimah.
Memerangi pemberontak hukumnya wajib demi menegakkan hukum allah sebagaimana yang dijelaskan dalam surah al-hujurat (49) : 9, artinya : “jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap golongan lain, maka perangilanh golongan yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah”.
g. Hirabah (perampokan)
Perampokan merupakan kejahatan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang yang bersenjata yang mungkin akan menyerang musafir atau orang yang berjalan dijalan raya atau ditempat mana pun mereka merampas harta korbannya dengan menggunakan kekerasan bila korbannya lari mencari pertolongan. Dasar hukum yang dikenakan pada pearampok telah dijelaskan pada Q.S.Al-Maidah (5) : 33, artinya “hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan dibumi, hanalah dibunuh atau disalib atau dipotong kaki dan tangan mereka secara bersilang, atau diasingkan dari halamnnya. Yang demikian itu, kehinaan mereka didunia dan di akhirat mereka mendapatkan azab yang besar”.
Firman Allah SWT pada Q.S.Al-Maidah (5) : 33 ini turun sehubungan dengan orang-orang islam melakukan tindakan kejahatan berupa pembunuhan, kekacauan, terror. Kekerasan, kerusakan, dan mendurhakai islam dengan keluar dari ajrannya. Dikatakan memerangi Allah dan Rasul-Nya berarti memerangi orang-orang islam dengan berbagai kejahatan sehingga istilah lain disebut hirabah.
4. Ciri-ciri Hudud
Hudud mempunyai sifat-sifatnya yang khusus, yiaitu :
- Kesalahan-kesalahan hudud te;ah ditetapkan syara’.
- Hukuman-hukuman siksanya telah ditentukan jenis-jenisnya dan berat ringannya oleh ketetapan syara’, tiada siapa yang boleh mengubah melibihi atau menguranginya. Ia wajib dilaksanakan seperti adanya.
- Kesalahan-kesalahan hudud boleh dimaafkan sebelum ia dibawa kedepan hakim, tetapi tiada siapa pun yang dapat memaafkan atau mengurangkan hukuman setelah dibawa ke depan pengadilan.
- Semua orang yang mencukupi syarat yang dikenakan hukuman yang sama tanpa terkecuali.
- Taubat tidak menggugurkan siksa kecuali dalam hal kejahatan perampokan dimana perampok digugurkan dari siksa, jika ia bertaubat sebelum dapat ditangkap, dan orang-orang murtad yang bertaubat sebelum dibawa kemuka pengadilan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara bahasa kata jinaayaat adalah bentuk jama’ dari kata jinaayah yang berasal dari janaa dzanba yajniihi jinaayatan yang berarti melakukan dosa. Sekalipun isim mashdar (kata dasar), kata jinaayah dijama’kan karena ia mencakup banyak jenis perbuatan dosa. Kadang-kadang ia mengenai jiwa dan anggota badan, baik disengaja ataupun tidak.
Jinayah terdiri atas dua macam, yaitu jinayah terhadap jiwa dan jinayah terhadap badan.
Sebab-sebab jinayah yaitu; membunuh, meminum khamar, berzina, qadzaf, mencuri, muharobah dan lain-lain.
Dari pembahasan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Hudud adalah bentuk jama’ dari kata hadd yang berarti mencegah.Disebut hudud karena hukuman itu dapat mencegah terjadinya perbuatan yang mengakibatkan jatuhnya hukuman.macam-macam kesalahan yang termasuk hudud antara lain : zina, menuduh zina, meminum khamar, mencuri, murtad, bughah, dan hirabah.
Hukum-hukum tersebut adalah kekal abadi sampai akhir zaman. Allah telah menurunkan hukum-hukumnya dan kepada kita sebagai hambanya diwajibkan melaksanakan hukum-hukum itu dengan penuh ketaatan “kami dengar dan kami taat”, bukannya dengan dolak-dalik dan helah seperti kaum Yahudi dan orang-orang munafiq.
Pelaksanaan hukum hudud dan lain-lain syariat islam dapat menyelesaikan masalah kerusakan moral dan sahsiah yang sedang mengancam masyarakat menusia dan pasti akan wujud masyarakat yang aman damai dan makmur dalam keridhaan Allah. Demikian jaminan Allah dan Allah tidak akan memungkiri janji-janji-Nya.
Post a Comment for "MAKALAH : Tentang Jinayah Imarah dan Hudud"